Stratifikasi Sosial dan Hukum
Pengaruhnya Dalam Perspektif Law Enforcement
Disusun oleh :Ronaltan
I. Pendahulun
Sejak jaman dahulu kala hingga sekarang ini, adanya penggolongan kelas-kelas tertentu didalam masyarakat sudah lama diketahui. Seperti adanya golongan Raja, Bangsawan, dan Rakyat Jelata. Begitupun pada saat era penjajahan terdapat golongan Eropa yang dianggap sebagai 0rang–orang terhormat ( Upper Class ), golongan Timur Asing ( Midle- Class ), dan golongan Pribumi ( Low/botom Class ).
Adanya lapisan-lapisan masyarakat tersebut, juga terjadi pada jaman yunani kuno. Sebagaimana dikatakan oleh filosof Aristoteles yang mengatakan bahwa didalam negara terdapat tiga unsur yaitu:
- Mereka yang kaya sekali
- Mereka yang berada ditengah-tengah
- Dan mereka yang melarat.
Pernyataaan tersebut semakin menegaskan bahwa memang benar dari dahulu kala hingga sekarang ini masih terdapat lapisan-lapisan atau tingkatan-tingkatan sosial.
Lapisan–lapisan yang terjadi dimasyarakat akan membawa perbedaan dalam perlakuan dan pemberian fasilitas yang akan diterima oleh masing-masing lapisan tersebut. Sebagai contoh bagi mereka yang memiliki banyak uang, akan mudah sekali mendapatkan tanah, kekuasaan, dan mungkin juga kehormatan, bagi mereka yang memiliki kekuasaan akan mudah dalam mendapatkan uang agar kaya.
Dalam kajian sosiologi. Lapisan-lapisan masyarakat seperti tersebut diatas dikenal dengan Social Stratification[1]. Istilah staratification berasal dari kata stratum ( strata) yang berarti lapisan. Menurut Pitrim A. Sorokin social stratification adalah pembedaan penduduk atau masyarakat kedalam kelas-kelas secara bertingkat ( hierarkis).
Di India dikenal dengan adanya empat lapisan masyarakat ( kasta) yaitu:
- Kasta Brahmana ( dalam kelompok ini adalah para pendeta)
- Kasta Ksatria ( dalam kelompok ini adalah golongan bangsawan dan tentara)
- Kasta vaicya ( masuk dalam kelompok ini adalah para pedagang)
- Kasta sudra ( adalah terdiri dari rakyat jelata)
Masyarakat yang tidak termasuk dalam golongan-golongan diatas dikelompokan dalam golongan paria
Kriteria yang dipakai untuk menggolong-golongkan masyarakat dalam lapisan-lapisan tertentu adalah[2]:
- Ukuran kekayaan
- Ukuran kekuasaan
- Ukuran kehormatan
- Ukuran ilmu pengetahuan.
Unsur-Unsur Lapisan Masyarakat
Sistem lapisan masyarakat ditentukan oleh kedudukan (status) dan peranan ( role). Kedudukan dan peranan seseorang mempunyai arti penting, karena langgengnya masyarakat tergantung pada keseimbangan kepentingan-kepentingan individu diatas.
Kedudukan
Kedudukan diartikan sebagai tempat atau porsi seseorang dalam satu kelompok sosial. Kedudukan sosial adalah tempat seseorang secara umum dalam masyarakatnya sehubungan dengan orang-orang lain dalam arti lingkungan pergaulanya, prestisenya, dan hak-hak serta kewajibannya. Kedudukan tersebut dibagi[3];
1. Ascribed status yaitu kedudukan seseorang dalam masyarakat tanpa memperhatikan perbedaan-perbedaan rohaniah dan kemampuan, yang diperoleh karena kelahiran. Contoh seorang bangsawan.
2. Achieved status adalah keduudukan yang dicapai oleh seseorang dengan usaha-usaha yang disengaja.
Peranan
Peranan merupakan aspek dinamis dari kedudukan. Seseorang menjalankan hak dan kewajibanya sesuai dengan kedudukanya maka dia menjalankan peranan. Antara kedudukan dan peranan tidak dapat dipisah-pisahkan, sehingga tidak ada peranan tanpa kedudukan dan sebaliknya. Peranan lebih banyak menuju kepada suatu fungsi, penyesuian diri, dan sebagai suatu proses.
Peranan mencakup tiga hal yaitu[4];
- Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan kemasyarakatan
- Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi
- Peranan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.
Melalui undang-undang kekuasaan kehakiman ditegaskan bahwa kekuasaan kehakiman sebagai kekuasaan yang independen, yaitu tidak terpengaruh oleh kekuasaan lainnya dalam melaksanakan kewajibanya. Akan tetapi dalam kenyataan terjadi adanya pengaruh stratifikasi sosial dan birokrasi.
Perlindungan hukum dan bantuan hukum merupakan dua proses yang berjalan berdampingan. Pengacara mendapat tempat yang penting dalam proses tersebut. Dalam melaksanakan tugasnya pengacara juga terpengaruh oleh kekuatan politik yang ada didalam masyarakat, pandangan mengenai keadilan, dan ciri-ciri struktur sosial tempat dia bekerja.
II. Pembahasan
Kenyataan Penegakan hukum dalam stratifikasi sosial
Salah satu karakteristik dari negara berkembang adalah lemah dalam hal penegakan hukum, hukum selalu dijadikan alat bagi pihak-pihak yang berkepentingan secara pribadi dalam mewujudkan kehendak dan ambisi pribadi dan golongan.
Atas dasar hal tersebut diatas tidak heran jika kita sering menyaksikan dan mendengar, seseorang mendapat vonis yang jauh dari nilai keadilan yang seharusnya ia (terpidana) terima atas kejahatan yang dilakukanya. Sebagai contoh adalah seseorang yang mencuri sendal, jika tertangkap dan masuk penjara maka ia akan mendapat hukuman yang lebih berat jika dibanding seseorang yang mencuri uang rakyat “ korupsi”.
Menarik diceramati bagi kita semua, manakala kita disuguhi kejadian-kejadian yang terjadi dalam penegakan hukum dinegeri ini. Penegakan hukum demikian sejalan dengan adanya dua hipotesa yang dikemukakan oleh Soerjono Soekanto sebagai berikut[5] :
a. Semakin tinggi kedudukan seseorang dalam stratifikasi sosialnya, semakin sedikit hukum yang mengaturnya
b. Semakin rendah kedudukan seseorang dalam stratifikasi sosialnya, semakin banyak hukum yang mengaturnya.
Hipotesa tersebut dapat dibuktikan dengan hal-hal sebagai berikut:
1. Adanya rencana pemeriksaan terhadap waprees Boediono oleh KPK yang akan dilakukan dikantor wapres
2. Rencana pemeriksaan terhadap Menkeu Sri Mulyani oleh kPK, akan dilakukan dikantor Kemenkeu
3. Pembelaan yang berlebihan oleh para pengacara/penasehat hukum terhadap mantan ketua KPK Antasari Azhar
4. Perlakuan berbeda dapat dilihat manakala terjadi penegakan hukum terhadap kasus seorang nenek Minah yang dituduh melakukan pencurian sebanyak 3 buah biji kakau di daerah jawa tengah.
5. Begitupun kejadian-kejadian yang pernah menimpa terhadap mantan presiden era orde baru bapak Soeharto.
Penegakan hukum terhadap lapisan-lapisan masyarakat yang tergolong upper class begitu terasa tumpul, lambat dan tidak jelas akhirnya. Hal yang berbeda manakala yang menjadi pelaku/korbannya adalah golongan yang berkategori masyarakat lapisan bawah (Low/Botom Class). Sehingga dalam penerapanya dikenal dengan penegakan hukum seperti tajamnya sebilah mata pisau. Artinya pisau akan terasa tajam manakala diarahkan kebawah, pada saat yang sama pisau akan terasa tumpul jika diarahkan keatas.
Penomena penegakan hukum yang terasa pincang, berbeda, dan terasa jauh dari memenuhi asas equality of justice dapat dijelaskan sebagai berikut:
Struktur kekuasaan yang komplek, umumnya ditemukan pada masyarakat-masyarakat yang tidak lagi sederahana, pada giliranya juga akan menimbulkan penegakan hukum yang tidak sederhana lagi. Hubungan dengan masalah struktur kekuasaan yang komplek, berakibat adanya penegakan hukum yang selektif.
Kelahiran dari penegakan hukum yang selektif dalam masyarakat modern atau kompleks dapat dijelaskan sebagai berikut: sifat dan ciri sitem hukum yang dilahirkan dalam masyarakat yang komplek diturunkan dari konplik-konplik yang inheren pads struktur masyarakat tersebut, yaitu yang berlapis-lapis secara ekonomi dan politik[6]
Penegakan hukum adalah suatu proses yang didalamnya merupakan perwujudan dari tujuan suatu organisasi. Maka walaupun penegakan hukum itu dilakukan oleh orang perorang akan tetapi tetap hal tersebut tidak dapat lepas dari organiasi dari orang- orang tersebut berada.
Suatu organisasi pasti mempunyai tujuan. Tujuan tersebut ada yang dirumuskan secara formal dan merupakan bagian dari struktur organisasi. Maka dari tujuan tersebut dapat diketahui apa yang dikehendaki dan ingin dilakukan oleh organisasi dalam masyarakat.
Tujuan organisasi penegakan hukum akan menentukan bagaiamana tingkah laku organisasi. Dalam menjalankan tujuan suatu organisasi, disatu sisi harus dapat melayani masyarakat. Pada sisi yang lainya organisasi tersebut harus hidup ditengah-tengah masyarakat tersebut. Dalam kondisi demikian terjadi proses penyesuaian yang menimbulkan gejala yaitu goal substitution dan goal displacement[7].
Didalam goal substitution. Maka, tujuan yang formal digantikan oleh kebijakan-kebijakan dan langkah-langkah yang akan lebih menguntungkan bagi organisasi disatu pihak dan dipihak lain akan menekan sedapat mungkin ancaman-ancaman terhadapnya..
Didalam goal displacement. Maka, tujuan-tujuan organisasi yang sudah diterima dan disetujui ditelantarkan demi tujuan-tujuan lain.
Diantara badan-badan penegakan hukum dengan masyarakat terdapat hubungan yang resiprositas yang dapat dilihat melalui goal substitution dan goal displacement. Dalam kontek tersebut, maka badan-badan penegak hukum berusaha untuk meningkatkan atau mencari keuntungan dari masyarakat dan menekan hambatan-hambatan serta ancaman-ancaman yang datang kepadanya. Atas kondisi demikian maka penegakan hukum cendrung meringankan golongan–golongan yang mempunyai kekuasaan dan memberatkan bagi mereka yang tidak memiliki kekuasaan tersebut.
Jika dari paparan-paparan diatas ditarik kedalam kondisi kekinian dapat dijelaskan sebagai berikut:
Adanya perlakuan yang berbeda yang diterima oleh wapres Boediono dan Menkeu Sri Mulyani, disebabkan oleh keduanya tersebut mempunyai kekusaan yang tinggi dinegeri ini. Badan-badan penegak hukum dalam menjalankan tujuan organisasinya . maka mau tidak mau haru menyesuaikan terhadap keduanya. Yaitu disatu sisi memberikan layanan terahadap keduanya dan pada sisi yang lain harus menyelamatkan organisasi tersebut, sehingga terjadilah proses goal substitution dan goal displacement.
Dalam kasus yang berbeda seperti penyerobotan pemeriksan terhadap hakim dalam perkara Gayus oleh MA, yang sebelumnya sudah direncanakan akan dilakukan pemeriksan oleh KY. Adanya penyerobotan tersebut dapat ditafsir sebagai bentuk perlindungan oleh MA terhadap hakim-hakim nakal yang tergabug dalam lokomotif dan gerbong Mahkamah Agung.
Pemeriksaan yang dilakukan MA tersebut terhadap hakim-hakim nakal selama ini sesungguhnya lebih berfungsi sebagai pembekalan dan pengkondisian[8] terhadap hakimnya. Sehingga, cukup punya alasan untuk ngeles dari bidikan KY. Motivasi inilah yang dilakukan oleh MA dengan melakukan penyerobotan pemeriksaan[9].
Sehingga nyatalah ungkapan yang menyatakan bahwa penegakan hukum (law enforcment) di Indonesia seperti sebilah mata pisau. Jika kita lihat bahwa pisau mempunyai dua sisi, sisi bawah mempunyai ketajaman yang baik artinya bahwa hukum hanya tajam dengan baik untuk menjangkau golongan-golongan lemah (masyarakat miskin, pinggiran, dan masyarakat tak berdaya). Sebaliknya pada sisi lainya (atas) pisau mempunyai ketajaman yang kurang/tumpul jika diarahkan keatas, begitupun dengan hukum akan terasa tidak berdaya untuk menjerat golongan-golongan pejabat, pengusaha, dan orang-orang berpengaruh dinegeri ini. Orang-orang tersebut notabene berstataus hight social ( upper class).
III. Penutup
Kesimpulan
Selama dalam satu masyarakat ada sesuatu yang dihargai, maka barang sesuatu itu akan menjadi bibit yang dapat menumbuhkan adanya sistem lapisan dalam masyarakat itu. Yang dijadikan Ukuran-ukuran yang dalam terjadinya stratifikasi sosial adalah seperti;
- Ukuran kekayaan
- Ukuran kekuasaan
- Ukuran kehormatan
- dan ukuran ilmu pengetahuan
Dengan unsur penentu adalah keududukan ( status) dan peranan ( role).
Kompleksitas suatu masyarakat dimulai oleh pembagian sumber-sumber daya kemudian menimbulkan strukturisasi kekuasaan. Maka dijumpai golongan yang memperoleh kekuasaan lebih besar dibanding dengan yang lain. Maka terciptalah suatu perlapisan dalam masyarakat berupa perbedaan kedudukan–kedudukan sosial, politik, dan ekonomi. Penegakan hukum yang dijalankan secara terorganisasi oleh badan-badan penegak hukum akan dilakukan sedemikian rupa. Pelaksanaanya akan memberikan keuntungan kepada badan-badan tersebut, sedangkan pelaksanaanya yang akan memberikan hambatan dihindari.
Daftar Pustaka
Buku-buku
Satjipto Rahardjo, Penegakan Hukum suatu tinjauan sosiologis, Genta Publising, Yogyakarta, 2009
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar Cetakan ke-29, RajaGrapindo Persada, Jakarata, 2000.
..................., Pokok-Pokok Sosiologi Hukum Cetakan Ke-15, RajaGrapindo Persada, Jakarta, 2005
Artikel
A. Ahsin Thohari, Sekutu Berdesain Seteru, Kompas Edisi Jumat 30 April 2010
[1] Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar Cetakan ke-29, Raja Grapindo Persada, Jakarata, 2000, Hlm. 252.
[2] Ibid, hlm. 263
[3] Ibid, hlm. 265
[4] Levinson dalam Soerjono Soekanto, Ibid, hlm. 269
[5] Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum Cetakan Ke-15, RajaGrapindo Persada, Jakarta , 2005, Hlm. 94
[6] Chambliss & Seidman Dalam Satjipto Rahardjo, Penegakan Hukum suatu tinjauan sosiologis, Genta Publising, Yogyakarta , 2009, Hlm. 67
[8] A. Ahsin Thohari, Sekutu Berdesain Setru, Kompas Edisi Jumat, 30 April 2010
[9] A. Ahsin Thohari, ibid
makasih..telah membantu tgs saya..
BalasHapussalam sosio...
ok...sama-sama
BalasHapusHarrah's Cherokee Casino Resort reopens to the public Oct. 16
BalasHapusA 군포 출장마사지 North Carolina casino resort reopened to 여주 출장마사지 the 양주 출장샵 public on Thursday, Sept. 남양주 출장샵 16, as it reopened 광주 출장안마 to the public on Monday.